MP, PEKANBARU – DR (22) alias Dimas, warga Jalan Pahlawan Kerja, Pekanbaru terpaksa kehilangan satu dari 2 ginjalnya dan sebagian usus perutnya gara gara peluru tembus dan besarang di perutnya.
Anjani (25), istri Dimas didampingi kuasa hukumnya, Rohim Brahmana S.H. di salah satu kafe di Jalan Parit Indah, Selasa malam (23/1/2024), membenarkan insiden yang menimpa suaminya.
Diceritakan ibu dari 2 anak yang masih kecil kecil — anak bungsunya baru usia 14 hari — ini, suaminya bilang mau ke Bagansiapiapi dengan menggunakan sepeda motor dan berboncengan dengan temannya.
Namun, pada Sabtu (20/1/2024) dini hari, suaminya Dimas menelepon dirinya dan mengatakan bahwa dirinya ditembak di pinggir jalan Pekanbaru-Duri, perbatasan Minas dengan Kandis, persisnya tidak jauh dari pintu tol Pekanbaru-Dumai.
Kaget bercampur sedih, Anjani menghubungi Oomnya, meminta Dimas dijemput di lokasi yang dikirimnya share loc-nya melalui pesan WhatsApp (WA). Beruntung nyawanya bisa diselamatkan.
Dimas, sempat kritis dan koma selama 2 hari di ruang ICU salah satu rumah sakit swasta di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru.
Yang membuat Anjani sedih, ketika itu dirinya tidak diberitahu mengapa polisi menembak suaminya. Padahal, di masa suami dalam masa masa kritis itu ada beberapa orang yang menghubungi dirinya. Mereka mengaku ada yang dari Polsek Tambang, Polresta Pekanbaru, dan Polda Riau, Bid Propam Polda Riau.
Tetapi tidak satupun dari pihak kepolisian itu yang mau menjelaskan kesalahan apa yang diperbuat suami, Dimas, sehingga polisi menembak dia.
”Sempat saya bilang kepada abang abang polisi itu, kasusnya apa? apakah suami saya itu seorang bandar narkoba atau seorang teroris?” tanya Anjani yang dijawab anggota polisi itu; ”Nanti saja Bu, kami jelaskan”.
Anjani makin agak stress ketika pihak Rumah Sakit menagih biaya operasi, termasuk mengeluarkan peluru, memotong ginjal dan usus suaminya yang dihari ketiga suaminya dirawat sudah mencapai Rp30 juta.
”Memang ada dari abang polisi itu, yang menjamin uang pengobatan ditanggung pihaknya. Tetapi anehnya, setiap mau menebus obat obat suami saya, pihak kasir tetap menagih utang biaya pengobatan itu.
Bagaimana mau membayar biaya pengobatan itu, untuk beli susu anak saya yang masih berusia 14 hari itu saya tidak punya.Terus terang Pak, suami saya adalah tulang punggung ekonomi kami. Semetara dia kini terbaring di ruang ICU. Kalau pun nanti sembuh, dia pasti tidak bisa bekerja berat, karena satu ginjalnya sudah diangkat karena pecah tertembak peluru,” tuturnya.
Yang menambah dirinya miris, kata Anjani, setiap ada polisi yang datang ke Rumah Sakit, terus menanyakan di mana peluru yang diangkat dari perut suaminya itu.
”Padahal kalau bapak bapak polisi itu tahu, ada yang lebih parah yang dialami suami saya. Satu ginjalnya sudah diangkat karena pecah dan sebagian ususnya juga dipotong diakibatkan peluru itu,” tukasnya dengan nada kesal.
Dituturkan Anjani, dirinya baru tahu kalau suami itu ditembak polisi karena ada laporan di Polsek Tambang terkait kasus pencurian baterai tower Telkomsel. Sedangkan keberadaan sepeda motor yang digunakan suaminya hingga kini dia belum tau keberadaannya.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Riau Kombes Pol Asep Darmawan maupun Kabid Humas Kombes Hery Murwono yang dikonfirmasi melalui pesan WA terkait kasus tertembaknya Dimas Ramadana ini, belum memberikan penjelasan resmi. * (Denny W)