MP, PEKANBARU – Menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang akan datang, sikap biasa saja dalam memilih pemimpin bisa menjadi alternatif yang mencerminkan kedewasaan dan pendidikan yang baik. Pilkada damai, yang hadir setiap lima tahun, menjadi momen penting untuk melibatkan diri secara bijak tanpa memicu euforia yang berlebihan di ruang publik.
Demikian dikatakan El Yusril selaku pendiri gerakan #RiauNaikKelas. Dalam pandangan bahwa salah satu bentuk kedewasaan dalam berpolitik adalah mengekspresikan pilihan secara tenang dan terkontrol.
“Hak pilih itu ada di bilik suara, bukan di ruang publik,” ujar El Yusril, Kamis (31/10/24).
Dengan cara ini, prinsip demokrasi, yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil), dapat ditegakkan. Setiap individu diharapkan tidak memamerkan pilihannya atau mencari pengakuan, cukup menjadikannya rahasia di dalam bilik suara.
Menghargai perbedaan adalah bagian dari demokrasi. Setiap warga negara bebas memilih sesuai dengan aturan dan undang-undang, baik itu memilih calon A, B, atau bahkan memilih opsi lain yang tersedia. Hak pilih dijamin sebagai hak asasi oleh undang-undang, dan setiap suara adalah rahasia.
Namun, ketika pilihan pribadi diumbar di ruang publik hingga menyinggung orang lain atau memicu perdebatan tanpa akhir, potensi konflik bisa muncul. Banyak pihak merasa benar, tetapi belum tentu hal tersebut benar di mata semua orang. Fenomena propaganda berlebihan terhadap satu pasangan calon juga muncul dalam berbagai media sosial, mengubah dukungan menjadi sebuah kebisingan.
El Yusril menekankan pentingnya menjaga kedewasaan dalam berpikir. “Memihak adalah pilihan, tapi melakukan infiltrasi negatif pada kedewasaan berpikir orang lain juga adalah pilihan yang sebaiknya dihindari,” tambahnya.
Setiap orang memiliki perspektif yang berbeda, dan perbedaan itu sebaiknya dilihat sebagai nutrisi yang memperkaya pandangan. Mengekspresikan pilihan sebaiknya tidak dilakukan secara provokatif di ruang publik.
Dalam jangka panjang, pilihan yang diekspos dan dibela mati-matian di ruang publik bisa menjadi bumerang jika harapan pada pasangan calon tersebut tidak terpenuhi. Di sinilah pentingnya sikap dewasa, di mana setiap orang harus siap bertanggung jawab secara moral jika pilihan yang dipromosikan tidak sesuai dengan janji-janji yang telah disampaikan.
Jika kita tidak terlibat sebagai juru kampanye atau promotor pilihan di ruang publik, kita tidak perlu merasa bersalah atau meminta maaf jika calon pilihan kita ternyata mengecewakan. Sebagai warga negara, kita bisa memilih dengan tenang dan tanpa mengajak orang lain untuk mengikuti pandangan yang sama.
Dalam setiap pemilihan, sikap bijak dalam mengelola perbedaan pandangan menjadi penting. El Yusril mengibaratkan sikap ideal ini dengan papan catur yang menampung bidak hitam dan putih, namun tetap menyimpan semuanya dalam satu kotak tanpa memperdebatkan siapa yang lebih baik.
“Saat pilihan kita menang, yang terpenting adalah menjaga kontrol dan pengawasan sesuai aturan,” ujarnya.
Pemimpin terpilih akan menjalankan kebijakan, namun dinamika di lembaga legislatif juga berperan besar dalam mengawasi jalannya pemerintahan.
Pada akhirnya, El Yusril mengajak masyarakat untuk memandang pemilu sebagai momentum biasa yang tidak perlu menimbulkan konflik. Bersikaplah bijak, seperti papan catur yang tenang menerima semua bidak, bukan seperti pemain yang terlalu bernafsu memenangkan pertandingan tanpa memperhatikan sisi lain dari kontestasi politik. * (rls/Ryan)