MediumPos
Untuk Ummat Kami Sampaikan

PT SPS Sebut Tak Ada Penjualan Aset Pemda di KlTB

MP, SIAK SRI INDRAPURA – Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Sarana Pembangunan Siak (SPS) membantah tidak ada penjualan aset pemerintah daerah di Kawasan Industri Terpadu Buton (KITB).

”Tidak ada penjualan lahan di KITB. Yang ada hanya alih pemanfaatan lahan,” kata Bob Novitriansyah, Direktur PT SPS dalam siaran pers yang diterima Medium Pos, Selasa (11/6/2024).

Penegasan Bob itu terkait tudingan beberapa pihak terhadap PT SPS. Dikatakannya, PT SPS, PT. Kawasan Industri Tanjung Buton dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP) PT. Samudra Siak terus menggesa pengelolaan lahan dan pelabuhan di lahan bersangkutan.

Selaku BUMD yang diberikan kewenangan mengelola pemanfaatan Kawasan Pendukung Pelabuhan Tanjung Buton oleh Pemkab Siak melalui SK Bupati No. 167/HK/KPTS/2018 ttg Pengalokasian, Penggunaan dan Pengurusan Tanah HPL Pemkab Siak kepada PT. SPS tertanggal 10 Januari 2018, PT SPS berupaya keras mendatangkan investor guna percepatan pembangunan kawasan tersebut.

Sebab, di tengah keterbatasan anggaran daerah demi menopang pembangunan di Kabupaten Siak dan pembangunan serta operasional KITB, mendatangkan investor adalah cara yg terbaik.

Bob mengatakan, upaya terbaik ini kurang dipahami mendalam oleh beberapa pihak, malah memunculkan polemik di masyarakat.

PT SPS ditunding menjual lahan Pemkab Siak kepada PT. DSPM (Capitol Group) dan PT ORI serta PT. MNS dengan nilai miliaran rupiah.

Tidak ada yang namanya menjual aset daerah. Hanya memberikan kesempatan kepada investor untuk berinvestasi pada lahan yang disediakan dengan sistem pengalihan hak (HGB di atas HPL) untuk jangka waktu 30 tahun. Sedangkan lahan hak pengelolaan lain (HPL) tersebut masih tetap dimiliki Pemkab Siak.

Sementara Pemkab Siak sendiri memiliki lahan di Kampung Mengkapan dan Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit dalam bentuk HPL seluas 600 hektare.

Ini dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat Hak Pengelolaan No. 02 tertanggal 23 Maret 2011 yang dikeluarkan Kantor Pertanahan Kabupaten Siak. Hal ini sesuai PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 5 Ayat (1) b dan Pasal 11.

Lahan itu diperuntukan sebagai lahan KITB dengan luas 300 hektare dan lahan Kawasan Penunjang Pelabuhan Tanjung Buton seluas 300 hektare.

Untuk kawasan Penunjang Pelabuhan, pengelolaan pemanfaatannya diserahkan kepada PT SPS dengan sistem penunjukan langsung dalam bentuk Hak Guna Bangunan (HGB) seperti diatur dalam PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 36 (b) untuk jangka waktu 30 tahun.

Pemberian kewenangan itu, imbuh Bob, dilakukan bertahap, sesuai kebutuhan investor yang akan berinvestasi di kawasan penunjang pelabuhan.

Lahan tersebut tidak dijual, hanya dilakukan peralihan pemanfaatan HGB kepada investor. Salah satunya, PT ORI yang pemegang sahamnya berasal dari Korea dan berencana membangun tangki timbun _crul palm oil_ CPO di kawasan KITB dengan jangka waktu tertentu.

“Dengan demikian, tidak ada yang namanya jual beli lahan aset pemerintah. Yang sekarang terjadi, hanya alih pemanfaatan lahan,” urainya.

Bob menambahkan, untuk pengalihan pemanfaatan lahan dari PT. SPS kepada investor ataupun dari investor kepada pihak lain, harus ada persetujuan pemilik HPL, dalam hal ini Pemkab Siak.

Semua mekanisme sudah diatur dalam PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 42. Jadi yang ingin ditekankan adalah tidak ada yang namanya jual beli lahan, namun hanya pengalihan HGB dengan memiliki jangka waktu.

Pemegang HGB harus menggunakan lahan sesuai rencana yang diajukan dari pemegang HGB kepada pemilik HPL, saat pengajuan awal dan harus merealisaikan tujuan penggunaan lahan maksimal dua tahun sejak HGB diterbitkan.

Setiap pengalihan HGB tentu harus melalui mekanisme sesuai peraturan BPN, yakni memiliki Akta Jual Beli (AJB) dengan PPAT, membayar kewajiban seperti Bea Perolehan Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPH) dan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Kantor Pertanahan dan biaya-biaya lain yang ditetapkan berdasarkan PP No. 18 Tahun 2021 Pasal 38.

Ditegaskan, PP Nomor 18 tahun 2021 dibuat berdasarkan amanat UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UUCK) untuk melakukan simplifikasi regulasi dan perizinan demi mendorong iklim investasi.

“Jadi, akta jual beli dimaksud hanya syarat sesuai mekanisme, bukan semata-mata diartikan secara harfiah jual beli lahan,” ujarnya.

Pemkab Siak selalu mengajak masyarakat untuk mendukung upaya pemerintah dalam hal ini dengan diberikan kewenangan kepada BUMD PT SPS untuk mempercepat pembangunan di KITB.

Diharapkan, dengan banyaknya investor menanamkan investasinya di KITB, sehingga terciptanya lapangan kerja yang lebih luas serta terwujudnya percepatan pembangunan di Kabupaten Siak. (rls/Marden)

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.