MP, PEKANBARU – Sejak ditetapkan oleh Presiden Soekarno pada 1953, 22 Desember selalu diperingati sebagai Hari Ibu.
Tanggal 22 Desember dipilih sebab tanggal ini menjadi hari dilaksanakannya Kongres Perempuan Indonesia pertama yang dihelat pada 22-25 Desember 1928.
Penamaan Hari Ibu telah mendepolitisasi latar belakang adanya Kongres Perempuan Indonesia yang sesungguhnya menjadi tonggak penting dalam sejarah gerakan perempuan Indonesia.
Demikian diungkapkan Kunni Masrohanti, Dewan Daerah WALHI Riau, Sabtu (24/12/2022). Ia menjelaskan sejarah gerakan perempuan Indonesia adalah sejarah perlawanan terhadap sistem dan budaya yang merugikan perempuan.
“Berbagai individu dan organisasi perempuan yang dulu dibentuk pada masa sebelum kemerdekaan sangat besar perannya dalam pemajuan hak-hak perempuan, khususnya di bidang pendidikan dan perkawinan. Sampai akhirnya diadakan Kongres Perempuan Indonesia yang pertama,” tuturnya.
Selain itu, imbuh Kunni, para perempuan pergerakan ini juga turut berkontribusi pada rencana kemerdekaan Indonesia saat itu.
Berdasarkan catatan sejarah, pertemuan Kongres Perempuan Indonesia membahas berbagai isu perempuan, seperti masalah pendidikan, hak perkawinan, pernikahan dini, perlindungan perempuan dan anak, dan pentingnya kedudukan perempuan.
Menurut Kunni, sudah sepatutnya kita mengenal hari bersejarah ini sebagai Hari Pergerakan Perempuan Indonesia.
“Perjuangan politis inilah yang seharusnya selalu diingat dan diteruskan oleh rakyat Indonesia khususnya bagi para perempuan,” ujarnya.
Umi Ma’rufah, Koordinator Riset dan Kajian Kebijakan WALHI Riau, juga menekankan pentingnya kesadaran untuk bersolidaritas dan berjuang bersama untuk keadilan bagi para perempuan.
“Sampai saat ini, masih banyak perempuan yang tersingkir dan dipinggirkan dalam pengambilan keputusan, bahkan yang berkaitan dengan dirinya sendiri,” katanya.
Budaya patriarki dan sistem kapitalisme, lanjut Umi, telah memperburuk posisi perempuan di berbagai sektor kehidupan. Penting bagi kita untuk menyatukan gerakan solidaritas agar dapat menghadapi problem ketidakadilan tersebut secara kolektif.
Di peringatan Hari Pergerakan Perempuan Indonesia tahun ini, Umi mengajak masyarakat khususnya para perempuan agar selalu membuka wacana kritis dan terus bersuara terhadap berbagai persoalan yang dihadapi perempuan.
Adanya KUHP yang baru saja disahkan, di mana perempuan juga banyak dirugikan merupakan satu tantangan bagi gerakan perempuan hari ini.
Di sisi lain perampasan ruang hidup yang masif juga menyisakan penderitaan bagi para perempuan yang hidupnya lekat dengan lingkungan tempat dia tinggal.
Mari kita terus berjuang bersama untuk membela hak kita dan para perempuan yang dirampas oleh negara. Bersama kita rebut keadilan karena kita semua setara!” pungkas Umi. * (DW Baswir)