MP, PEKANBARU – Kementerian ESDM melalui Inspektur Tambang Provinsi Riau berhasil menertibkan 2 (dua) tambang ilegal di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil).
Hal itu setelah PT Batatsa Tunas Perkasa (BTP), PT Bahtera Bumi Melayu pada Selasa (11/1/2021) pun akhirnya menyatakan akan menghentikan seluruh kegiatan penambangan mulai dari penggalian, pengangkutan dan penjualan tanah urug di Kelurahan Banjar XII Kecamatan Tanah Putih Kabupaten Rokan Hilir hingga keluarnya Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP).
Bocoran itu diperoleh redaksi Medium Pos, sore tadi. Tak hanya itu, Bahtera Bumi Melayu juga menyatakan berkomitmen memenuhi persyaratan administrasi, teknis, keuangan serta lingkungan untuk peningkatan menjadi IUP Operasi Produksi sesuai ketentuan dan peraturan perundang undangan yang berlaku.
Koordinator Inspektur Tambang Provinsi Riau Diary Sazali Puri Dewa Tari yang dikonfirmasi wartawan, menyebutkan pihaknya sudah mengantongi data-data peerusahaan, berikut alamat dan kontak direkturnya.
‘’Siang tadi kami juga panggil PT Bahtera Bumi Melayu,” ucapnya.
PT Bahtera Bumi Melayu sebelumnya tidak ditemukan dalam penelusuran di laman resmi Geoportal Kementerian ESDM dan laman MODI Kementerian ESDM.
Belakangan diketahui, PT Bahtera Bumi Melayu ternyata berkududukan di Pekanbaru. Saham perusahaan ini dimiliki Yuandi Daniel Pasaribu dengan kepemilikan saham sebesar 70 persen. Sisanya, 30 persen saham dimiliki Sinur Mauliate Sitompul.
Yuandi sendiri diketahui berposisi sebagai Direktur PT Bahtera Bumi Melayu dan Sinur berposisi sebagai Komisaris PT Bahtera Bumi Melayu.
“Apabila kami melanggar ketentuan peraturan perundang undangan maka kami siap untuk diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku sesuai Pasal 160 UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara yang menyatakan bahwa setiap orang yang mempunyai IUP pada tahap kegiatan eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar,” ungkap Yuandi.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, mencuat dugaan kuat PT Batatsa Tunas Perkasa dan PT Bahtera Bumi Melayu melakukan pertambangan ilegal untuk memasok tanah urug kebutuhan lokasi tapak sumur bor minyak PT Pertamina Hulu Rokan di Wilayah Kerja Migas Blok Rokan di Provinsi Riau.
Kedua perusahaan itu diketahui merupakan pemasok untuk PT Rifansi Dwi Putra yang merupakan vendor PT Pertamina Hulu Rokan dalam penyiapan lokasi sumur bor tersebut.
Belakangan terungkap, PT Batatsa Tunas Perkasa dan PT Bahtera Bumi Melayu diduga kuat melakukan kegiatan operasi pengurugan tanah pada saat mereka memiliki Izin Usaha Pertambangan yang masih berstatus eksplorasi dan bukan berstatus operasi produksi.
Sebagaimana diketahui, Pasal 160 Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Mineral dan Batubara menyatakan bahwa setiap orang yang mempunyai IUP pada tahap kegiatan eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar. * (rls/Marden)