MediumPos
Untuk Ummat Kami Sampaikan

Inovasi Pedagogik Kemenkes 2024 : Pendidikan Spesialis Hospital Base

Oleh : Nurhasan
(Mahasiswa Program Doktoral, Universitas Negeri- Jakarta)

PEMBUKAAN Undang Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28 H ayat 1 menyatakan hak setiap orang untuk hidup sejahtera lahir dan batin, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

Hal tersebut sejalan dengan tujuan dari didirikannya negara ini, guna memajukan kehidupan bangsa. Selain prasarana bangunan dan sarana fisik atau peralatan diagnostik dan terapetik, fasilitas pelayanan kesehatan membutuhkan SDM profesional bidang kesehatan seperti dokter, dokter spesialis, perawat, dan bidan sesuai standar yang disepakati sebagaimana dalam Pasal 34 ayat 3 menyatakan bahwa negara bertanggung-jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Pendidikan dokter dan dokter spesialis bertujuan menghasilkan manusia yang memiliki kompetensi berlandaskan pengetahuan kedokteran yang cukup (body of knowledge) serta landasan etika dan profesionalitas dalam mengaplikasikan ilmunya. Semua hal terkait pendidikan calon spesialis yang kompleks dan rinci disusun dalam berbagai macam standar (standar pendidikan, standar dosen, standar kompetensi, standar pencapaian kompetensi, standar praktek profesi, dll. Semua ketentuan dalam standar tersebut memiliki landasan UU NomorĀ  12 tahun 2012 tentang Dikti dan Peraturan Pemerintah (PP) No.4 tahun 2014 dan pula pada ketentuan dari World Medical Association (WMA).

Dari sejarah perkembangannya, pendidikan spesialis dimulai pada era 1960-an dengan model magang pada guru/ dokter spesialis senior/ Guru Besar di beberapa RS Pemerintah yang besar di ibukota provinsi (RSCM di Jakarta, RSHS di Bandung, RS Soetomo di Surabaya, RS Sardjito di Yogyakarta, dan RSDK di Semarang).

Pada awal 1990-an, perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan memicu pembentukan berbagai Kolegium Bidang Ilmu untuk menstandarisasi kompetensi dokter spesialis. Kolegium ini beranggotakan para spesialis terbaik yang bekerja secara sukarela dan tanpa menggunakan anggaran negara. Mereka bertujuan untuk menjaga kualitas pendidikan dokter spesialis dengan melaksanakan ujian kelulusan berstandar nasional. Ini sangat berbeda dengan pejabat di Departemen Kesehatan yang digaji dari pajak rakyat, termasuk para dokter.

Organisasi Profesi mengembangkan pendidikan profesi dengan standar nasional dan internasional, menciptakan kompetensi yang bertentangan. Muktamar IDI 2000 menginisiasi MKKI dan Konsil Kedokteran untuk menyelesaikan masalah kompetensi. Pendidikan dokter spesialis di Indonesia meluluskan 2500 spesialis baru setiap tahun dengan kualitas yang terstandarisasi.

Pendidikan spesialis diatur oleh peraturan negara dan ditangani oleh Kemenristek-Dikbud. Model pendidikan spesialis tanpa standarisasi jelas dapat merusak dan mempertanyakan kompetensi yang dibutuhkan.
Pendekatan pendidikan dokter ada dua, yaitu “University Based” dan “Hospital Based”.

Pada pendekatan “university based”, dosen harus memenuhi berbagai persyaratan kompetensi mengajar, seperti Pekerti, AA, Sertifikasi Dosen, dan spesialisasi konsultan atau S3. Namun, pada pendekatan “hospital based”, dosen hanya perlu pelatihan mengajar selama 1-2 bulan dan mendapat sertifikat mengajar untuk SD. Jumlah institusi bisa ditambah dengan melibatkan lebih banyak RS Jejaring untuk memenuhi kebutuhan spesialis. Selain itu, pemerintah dapat memberikan insentif kepada peserta didik dan menghapus UKT/SPP.

Program pendidikan spesialis ‘Hospital Based’ yang digagas oleh Menkes dan Dirjen Nakes mempunyai landasan hukum yang jelas dan diharuskan untuk segera dibuka namun terkesan agak terburu-buru untuk dilaksanakan saat ini. Standar kompetensi dan proses pengajaran akan diatur oleh para petugas Menkes di bawah perintah dirjen Nakes. Sebelum PP yang sah diterbitkan sesuai UU 17-2023, peraturan yang berlaku adalah UU 12-2012, PP No.4-2014, dan UU 20-2013 yang berada di bawah kendali Dikti.

Acara peresmian sebenarnya merupakan pemaksaan kehendak oleh Menkes atas nama negara.
Pendidikan profesi bertujuan menghasilkan tenaga kesehatan yang berkualitas, terampil, dan profesional. Terdiri dari program profesi dokter dan dokter gigi, serta program pendidikan lanjutan untuk dokter dan dokter gigi yang ingin menjadi spesialis. Durasi pendidikan bervariasi antara 6 hingga 12 semester, dan peserta program ini disebut sebagai residen.

Pendidikan kedokteran diselenggarakan oleh perguruan tinggi dan bekerja sama dengan rumah sakit pendidikan. Selain itu, peserta program juga dapat ditempatkan di wahana pendidikan kedokteran lainnya. Fakultas bertanggung jawab melakukan supervisi dan pembinaan bagi peserta didik yang melakukan pelayanan di rumah sakit selain rumah sakit pendidikan.

Pertimbangan Pendidikan Profesi ā€œHospital Basedā€

Pendekatan berbasis rumah sakit dalam pendidikan profesi bidang kesehatan memungkinkan adanya pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Dalam pendekatan ini, para ahli yang berpengalaman dan berkompeten secara langsung menjadi pengajar, sehingga pembelajaran menjadi lebih intens dan aplikatif. Selain itu, pembelajaran ini juga melibatkan penerapan praktik pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat setempat dan bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah medis.

Selain itu,
pendekatan ini juga memberikan kesempatan bagi individu untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan, serta berkarir dalam bidang kesehatan. Selain manfaat bagi individu, pendekatan ini juga bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakat.

Namun, pendekatan ini membutuhkan kerja sama antara rumah sakit, perguruan tinggi, pemerintah pusat, pemerintah daerah, organisasi profesi, dan kolegium untuk mempersiapkan sistem, manajemen, dan sumber daya yang dibutuhkan. Selain itu, juga perlu dipertimbangkan aspek-aspek seperti kualitas pendidikan, perizinan, bukti kelulusan, dan perlindungan terhadap peserta didik.

Model Pembelajaran Pendidikan Profesi ā€œHospital Basedā€

Dokter spesialis dipersiapkan melalui sistem pendidikan hospital-based atau college-based. RUU Kesehatan menyebutkan hospital-based untuk cepat tambah jumlah dokter spesialis. Namun, college-based diusulkan untuk menjembatani dengan standar kolegium ilmu masing-masing.

Pendidikan Kedokteran

Pendidikan kedokteran terdapat 2 jenis pendidikan yaitu akademik (program sarjana/pascasarjana kedokteran) dan profesi (pembelajaran klinik/komunitas dengan praktik nyata).

Rumah Sakit Pendidikan

Menurut PP rumah sakit pendidikan No. 93/2015, rumah sakit pendidikan memiliki fungsi sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan dalam bidang kedokteran dan/atau kedokteran gigi. Institusi pendidikan adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan di bidang kedokteran, kedokteran gigi, dan kesehatan lainnya.

Perjanjian kerja sama adalah dokumen tertulis untuk penggunaan rumah sakit sebagai tempat pendidikan. Mahasiswa adalah peserta didik pada pendidikan akademik, profesi, dan vokasi di rumah sakit pendidikan. Rumah Sakit Pendidikan memiliki penjaminan mutu pelayanan dan keselamatan pasien, penerapan metode pengobatan terbaru, teknologi kedokteran yang tepat guna, hari rawat yang lebih pendek, hasil pengobatan dan survival rate yang lebih baik, serta konsultasi dari staf medis pendidikan selama 24 jam.

Dokter Pendidik Klinis atau Dosen Pendidik Klinis

Menurut PP rumah sakit pendidikan No. 93 tahun 2015, rumah sakit pendidikan memiliki tugas yaitu, menyediakan dosen yang membimbing dan mengawasi mahasiswa dalam memberikan pelayanan klinis, berperan serta dalammenghasilkan dokter dan tenaga kesehatan lainnya, membina rumah sakit dan tempat pendidikan lainnya, serta menyediakan pasien dengan kasus yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan.

Tugas ini dilakukan untuk mencapai kompetensi tenaga kesehatan. Dokter pendidik klinis dan dosen kedokteran memiliki peran dan tanggung jawab yang berbeda dalam pendidikan dan pelayanan kesehatan. Regulasi yang mengatur peralihan antara keduanya adalah UU No. 20 Tahun 2013 Pasal 61 dan PP No. 52 Tahun 2017 Pasal 48 dan Pasal 49.

Tahapan Pendidikan, Kompetensi dan Kewenangan Klinis PPDS

Ada 3 tahapan pendidikan PPDS yaitu, Yunior, Madya, dan Senior/Mandiri. PPDS harus mengetahui batas kewenangannya pada setiap tahap pendidikan, mengikuti supervisi, dan mematuhi peraturan RS.

Hak peserta didik antara lain mendapatkan insentif, menggunakan sarana RS, dan mendapat supervisi dari DPJP. Kewajiban peserta didik meliputi patuh terhadap peraturan RS, memberikan pelayanan sesuai kompetensi dan kewenangan, mematuhi kode etik kedokteran, dan melakukan catatan perkembangan pasien serta menjaga kebersihan.

Rumah Sakit Bersiap Implementasikan Pendidikan Berbasis Kolegium

Peningkatan sistem pendidikan dokter di Indonesia melalui pendidikan berbasis kolegium diharapkan dapat mempercepat jumlah dan persamaan dokter spesialis dan subspesialis.

Enam rumah sakit pendidikan utama telah dipilih sebagai percontohan pelaksanaan pendidikan berbasis kolegium, termasuk RS Pusat Otak Nasional Mahar Mardjono untuk neurologi, RS Anak dan Bunda Harapan Kita untuk spesialis anak, RS Pusat Mata Nasional Cicendo untuk spesialis mata, RS Ortopedi Soeharso untuk ortopedi, RS Kanker Dharmais untuk onkologi radiasi, serta RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita untuk jantung dan pembuluh darah.

Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan menyampaikan bahwa pendidikan kedokteran berbasis rumah sakit menjadi alternatif dari pendidikan dokter yang biasanya dilakukan di perguruan tinggi.

Kementerian Kesehatan akan mengadakan studi untuk mengidentifikasi kebutuhan tenaga medis dan spesialis di seluruh Indonesia. Pendaftaran peserta didik akan dilakukan melalui Kementerian Kesehatan, dilanjutkan dengan seleksi oleh berbagai pihak terkait.

Pendidikan akan dilakukan di rumah sakit utama dan rumah sakit jejaring yang ditunjuk. Evaluasi akan dilakukan secara berkala melalui ujian. Peserta didik yang lulus akan mendapatkan sertifikat kompetensi dan profesi serta Surat Tanda Registrasi (STR). Pendidikan berbasis kolegium akan disediakan tanpa biaya pendidikan, dan peserta didik akan mendapatkan berbagai hak sebagai jaminan. ***

* Penulis adalah Mahasiswa Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri – Jakarta yang juga Dokter Spesialis Bedah Syaraf Rumah Sakit Koja – Jakarta.

Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.