Soal “Legal Standing” LPPHI, Majelis Hakim Seyogyanya Abaikan Dalil Chevron, SKK Migas, Menteri LHK dan DLHK Riau
MP, PEKANBARU – Dalil Kuasa Hukum PT Chevron Pacific Indonesia, Kuasa Hukum SKK Migas dan Kuasa Hukum Menteri LHK terkait legal standing dalam mengajukan Gugatan Lingkungan Hidup Pencemaran Limbah B3 Tanah Terkontaminasi Minyak (TTM) di Blok Rokan seyogyanya diabaikan oleh Majelis Hakim PN Pekanbaru.
Karena pernyataan atau dalil dari pihak tergugat yang menyatakan kegiatan LPPHI tidak sesuai Pasal 92 ayat 3 UU Nomor 32 tahun 2009, adalah dengan Nomor Register 150/Pdt.G/LH/2021/PN.Pbr Tanggal 6 Juli 2021 itu sama sekali tidak berdasarkan hukum dan moral serta menyesatkan.
“Sehingga kami memohon kepada Majelis Hakim yang Mulia, yang menyidangkan perkara kami, mengabaikan dalil yang disampaikan pihak tergugat,” kata Perianto Agus Pardosi SH, anggota Tim Hukum LPPHI kepada wartawan, kemarin (1/10/2021).
Ditambahkan Agus, pihaknya melihat kuasa hukum CPI, SKK Migas, Menteri LHK dan DLHK Riau, ternyata tidak paham bahwa limbah B3 TTM oleh aktifitas PT Chevron Pacific Indonesia terdapat di lahan setidaknya 297 lahan masyarakat.
Tidak itu saja, ternyata limbah B3 terdapat juga di kawasan hutan produksi dan kawasan hutan konservasi. Lebih tepatnya di kawasan Suaka Alam dan kawasan pelestarian alam seperti Taman Hutan Raya Sultan Syarif Kasim di Minas, Siak, Riau dan Suaka Margasatwa Balai Raja di Kabupaten Bengkalis.
Karena, jelas Perianto Agus Pardosi, pada akte pendirian LPPHI tahun 2018 yang telah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, pada BAB 3 tentang Usaha dan Kegiatan, pada Pasal 3 ayat 1, jelas mengatakan kegiatannya adalah melakukan pencegahan dan penindakan kerusakan hutan dan lingkungan, dapat melaporkan ke instansi terkait dan melakukan gugatan legal standing maupun class action.
“Nah, esensinya frasa pencegahan dan penindakan kerusakan hutan dan lingkungan itu adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup,” tukas Perianto Agus Pardosi.
Diungkapkan Perianto Agus Pardosi lagi, beberapa kegiatan LPPHI dalam pencegahan dan penindakan kerusakan hutan dan lingkungan, jelas merupakan upaya pelestarian lingkungan hidup, untuk mempertahankan hutan sebagai daya dukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta menjaga keseimbangannya, yang memiliki nilai jasa lingkungan antara lain sebagai penyuplai makanan, air bersih dan pengatur iklim bagi kehidupan.
Perianto Agus Pardosi menjelaskan, Kementerian LHK sendiri telah menetapkan ekoregion ke dalam 36 wilayah di Indonesia, dimana wilayah ekoregion tersebut di dalamnya mencakup kawasan hutan.
“Penyusunan dan penilaian kajian daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup (DDDTLH) tidak bisa mengabaikan peran hutan di dalam wilayah ekoregion,” ungkap Perianto Agus Pardosi.
Menurut Perianto Agus Pardosi, pencemaran limbah B3 PT Chevron Pacific Indonesia di dalam kawasan hutan jelas akan menyebabkan hutan tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya untuk menyuplai sumber makanan, air bersih dan iklim bagi kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya, sehingga akan berpengaruh pada DDDTLH. “Hilangnya lingkungan hidup yang baik dan sehat ini menjadi salah satu alasan LPPHI melakukan gugatan,” ungkap Perianto Agus Pardosi.
Bahkan untuk kepentingan gugatan tersebut, kata Perianto Agus Pardosi, LPPHI telah melakukan sampling limbah di 16 lokasi di wilayah kerja Blok Rokan untuk dianalisa laboratorium terakreditasi. “Hasilnya sangat mengejutkan, semua akan dipaparkan di persidangan sebagai bukti,” ungkap Perianto Agus Pardosi.
Sehingga, kata Perianto Agus Pardosi, tujuan gugatan LPPHI adalah hanya meminta pertanggungjawab hukum kepada PT CPI, SKK Migas dan KLHK serta Pemda Riau sebagai pihak yang bertanggung jawab memulihkan fungsi lingkungan hidup atas masih banyaknya limbah B3 TTM di lahan masyarakat dan kawasan hutan.* (rls/Marden)