MP, PEKANBARU – Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani mengejar pengemplang pajak sesungguhnya, yaitu taipan dan korporasi di sektor sumberdaya alam (SDA).
Bukan malah dmengejar pelaku PNS seperti kasus Rafael Alun Trisambodo dan Eko Darmanto yang mudah ditangani karena tidak melibatkan banyak aktor kuat di belakangnya.
Demikian diungkapkan Koordinator Jikalahari Made Ali dalam siaran pers yang diterima Medium Pos, Jumat (10/3/2023).
Menurut Made, Alun dan Eko tidak akan mungkin bisa kaya kalau pengemplang pajak sesungguhnya taat bayar pajak.
Alun dan Eko diberhentikan dan dicopot dari jabatanya karena selalu menunjukan gaya hidup mewah sebagai PNS. Lalu ketahuan kekayaannya tidak sesuai dengan LHKPN dan tidak bayar pajak.
Namun ini hanya gunung es dipermukaan, seharusnya Sri Mulyani tidak hanya mengejar orang-orang yang menampilkan hidup mewah, karena sesungguhnya pengemplang pajak terbesar adalah mereka yang tidak pernah menunjukkan kemewahannya seperti taipan Surya Darmadi.
“Siapa yang kenal Surya Darmadi? Dia terkenal sejak Kejagung menyita asset yang tersebar di Riau, Jambi, Sumatera Utara, Jakarta dan Kalimantan Barat karena telah rugikan keuangan negara sebesar Rp 78 triliun,” kata Made.
Pada 2015, imbuhnya, Pansus DPRD Riau juga menemukan potensi P3 (PPn, PPh dan PBB) dan PPn, PPH PKS Duta Palma sebesar Rp 589,6 miliar pertahun.
“Seberapa berani Sri Mulyani mengejar pajak-pajak haram taipan dan korporasi yang menggasak sumberdaya alam?” kata Koordinator Jikalahari.
Surya Darmadi, sebut Made Ali, menggunakan kawasan hutan untuk dijadikan kebun sawit atas 5 perusahaannya di Indragiri Hulu (Inhu), tanpa bayar pajak dana reboisasi, provisi sumber daya hutan, denda pelanggaran eksploitasi hutan, sewa penggunaan hutan, biaya pemulihan kerusakan hutan sebesar Rp 2,23 Triliun dan 4,9 juta USD.
“Jsd Bg musudah jelas mana yang lebih merugikan negara. Beranikah Sri Mulyani melawan Taipan dan Koorporasi yang melakukan pengemplangan pajak? Ini sebagai Langkah Menteri Keuangan untuk mengembalikan kepercayaan publik,” kata Made Ali. * (rls/Ryan Ferdinan)